Sabtu, 24 September 2011

Bapak, Bagaimana Keadaanmu

Saat itu Syech Hasan sedang duduk-duduk di depan rumahnya, tiba-tiba ada jenazah seorang laki-laki melintas di depan rumahnya menuju ke tempat pemakaman. Terlihat olehnya di belakang jenazah seorang anak wanita bersama para pelayat yang lain. Rambut wanita itu tergerai dan tidak henti-hentinya menangis. Jelas nampak dalam raut wajahnya rasa duka yang sangat mendalam.

Syech Hasan berfikir bahwa mungkin anak wanita itu adalah Putri dari jenazah tadi. Segera saja Syech Hasan membuntuti iring-iringan jenazah tersebut dan mendekati anak wanita yang dari tadi menangis. Tatkala sudah dekat dengan anak wanita itu, Syech Hasan mendengar dengan jelas rintihannya. “Wahai bapak, belum pernah selama hidupku mengalami perasaan sedih dan duka yang sangat mendalam seperti yang aku alami sekarang ini. Aku benar-benar merasa kehilangan bapak.” “Nak, belum pernah juga bapakmu mengalami kejadian yang menyusahkan seperti sekarang ini!” sahut Syekh Hasan.

Setelah tiba di sebuah mushalla, jenazah itu pun segera disholati dan kemudian dimakamkan. Derai tangis anak wanita tadi belum juga reda sampai acara pemakaman. Setelah acara pemakaman selesai para pengantar pun segera kembali ke rumahnya masing-masing.

Esok harinya, setelah menjalankan shalat subuh Syeikh Hasan kembali duduk-duduk santai di depan rumahnya. Namun selang beberapa lama kemudian, ia melihat anak wanita dengan jalan yang tergesa-gesa melintasi depan rumahnya. Rupanya, ia adalah anak wanita yang kemarin ditinggal mati oleh bapaknya. Anak wanita ini rupa-rupanya berjalan menuju tempat pemakaman. Merasa ada gelagat yang kurang baik, segera Syech Hasan mengikutinya dari kejauhan. Beliau ingin tahu apa sebenarnya yang ingin dikerjakan anak itu. Saat anak wanita itu memasuki makam, Syeikh Hasan mengintip dari tempat yang tersembunyi.

Tiba-tiba anak wanita itu memeluk nisan dan pipinya yang basah dengan air mata ditaruh diatas gundukan makam ayahnya, seraya berkata, “Wahai bapak, bagaimana tadi malam engkau menginap? Kemarin lusa aku masih mempersiapkan alas tidur untukmu. Lalu siapakah yang mempersiapkan alas tidurmu tadi malam? Kemarin lusa aku masih mempersiapkan lampu untuk menerangimu. Lalu siapakah gerangan yang mempersiapkan lampu untuk menerangimu tadi malam? Wahai bapak, ketika badanmu terasa pegal-pegal, seringkali aku memijat badanmu. Lalu siapa lagi sekarang yang akan memijat-mijatmu?” “Wahai Bapak,” rintihnya lebih lanjut, “Ketika engkau merasa haus, dengan segera aku mengambilkan minuman untukmu. Namun siapakah yang mengambilkan engkau minum tadi malam? Ketika engkau merasa jemu dan penat tidur terlentang, maka segara aku balikkan engkau agar nyaman. Namun siapakah tadi malam yang mau membalik tubuhmu agar nyaman?” “Dengan perasaan belas kasih, kemarin aku masih memandangi wajahmu. Tapi sekarang siapa lagi yang akan memandangi wajahmu seperti itu? Saat engkau memerlukan sesuatu, engkau segera memanggilku. Tapi bagaimana dengan malam tadi, siapakah yang engkau panggil? Bahkan kemarin lusa, aku masih memasakkan makanan untukmu. Tapi masihkah engkau juga menginginkannya dan siapa yang akan menyiapkan makanan untukmu?”

Air mata Syech Hasan tak sanggup lagi dibendungnya saat mendengar rintihan anak wanita itu. Air matanya berderai dengan derasnya berjatuhan satu persatu ke pipinya. Ia langsung menampakkan diri dari tempat persembunyiannya. “Janganlah engkau mengucapkan kata-kata seperti itu, Nak!” hibur Syech Hasan sambil mengusap rambut wanita kecil itu. “Namun katakanlah, “Wahai bapak, kemarin kami masih menghadapkan wajahmu ke arah kiblat. Lalu masihkah kini wajahmu menghadap ke kiblat ataukah telah berpaling darinya? Wahai bapak, saat kami menaruhkanmu di kubur, tubuhmu masih tampak utuh. Tapi masihkah sekarang keadaanmu seperti itu ataukah sudah habis dimakan ulat?” “Ucapkan pula, Nak! Para ulama telah mengatakan bahwa seseorang yang sudah mati itu pasti akan ditanyai tentang keimanannya. Di antara mereka ada bisa menjawab dengan benar tapi ada juga yang tidak bisa menjawabnya sama sekali. Adakah bapak termasuk di antara mereka yang bisa menjawabnya?” “Mereka juga menjelaskan bahwa sebagian jenazah itu ada yang dijepit oleh liang kuburnya sendiri hingga tulang rusuknya hancur berantakan, tapi adakalanya pula yang merasa liang kuburnya tersebut sangat luas sekali. Lalu bagaimana dengan keadaan kubur bapak sekarang ini?” “Begitu juga ada keterangan yang menyebutkan bahwa kubur itu acapkali diganti dengan taman-taman surga, tapi adakalanya pula yang diubah menjadi jurang neraka. Lalu bagaimana dengan kubur bapak sekarang? Demikian pula ada yang menerangkan bahwa sebagian kafan itu kelak akan digantikan dengan kafan surga dan adakalanya pula yang diganti dari kafan neraka. Lantas dengan apakah kafan bapak digantikan?” “Keterangan lain yang dikatakan oleh para ulama adalah bahwa kubur itu acapkali memeluk penghuninya sebagimana seorang ibu yang memeluk anaknya dengan penuh kasih sayang. Tapi adakalanya pula yang mendapatkan marah dari kuburnya hingga menjepit sampai tulang belulangnya berserakan. Adakah kubur bapak sekarang marah ataukah sebaliknya memeluk bapak dengan kasih sayang?” “Demikian juga bahwa para ulama telah menjelaskan, ketika seseorang telah memasuki kuburnya, maka bila dia sebagai orang yang bertakwa, ia akan menyesal karena merasa ketakwaannya belumlah seberapa. Begitu juga dengan orang yang durhaka. Mereka akan menyesal karena semasa hidupnya tidak mau berbuat kebajikan. Lantas apakah bapak tergolong mereka yang menyesal karena tidak pernah berbuat kebajikan ataukah mereka yang menyesal karena merasa ketakwaannya belumlah seberapa?” “Wahai bapak, cukup lama aku memanggilmu! Tapi mengapa engkau tidak menjawab sedikit pun panggilanku. Ya Allah, janganlah kiranya Engkau menghalangi pertemuanku kelak di akhirat dengannya!”

Usai Syech Hasan mengajari seperti itu, anak kecil tersebut menolehkan kepalanya seraya berkata, “Kalimat-kalimat yang engkau ajarkan itu sungguh menyejukkan hatiku. Sehingga hatiku sekarang merasa lebih tentram dan memalingkan aku dari kelalaian.” Melihat anak wanita itu sudah tenang hatinya, segera saja Syech Hasan mengantarnya pulang. Demikianlah, mudah-mudahan dari kisah ini ada hikmah dan pelajaran berharga yang bisa kita renungkan bersama. Tidaklah perkara dunia yang harus kita tanyakan atau kita pikirkan pada orang yang ada di dalam kubur, namun perkara aheratlah yang harus kita tanyakan atau kita pikirkan pada orang yang sudah berada di alam kubur. []

Selasa, 07 Juni 2011

YANG MAHA ESA


segala yang akan terjadi
segala yang kini sedang berjalan
segala yang telah terjadi

ada cinta ada benci
ada suka ada duka
ada bahagia ada sengsara
ada kaya ada miskin
ada malam ada siang dan sebagainya....
semuanya berpasang-pasang secara berlawanan
semua dalam kapasitas yang sama. ya... sama-sama makhluq Allah yang Maha kuasa, baik dia mahluq yang berjasad maupun tidak. hanya karena sebuah dakwaan saja yang membedakan.
mengapa kita harus condong pada salah satunya?
bukanlah hati ini harus tegak lurus menghadap Al-Haq Azza wa Jalla?

tegak lurus dan menyerah pasrah pada semua ketentuan yang di taqdirkan, dengan begitu selesai sudah. seperti ga ada yang terlalu sulit, terlalu berat atau sungguh terlalu (kata pak mucle).

kemudian kita bertanya lagi....
setelah kita sadari akan ibadah, amal, hidup dan mati adalah haknya-milik ALLAH SWT,
lalu bagaimana kita menyerahkannya? sedangkan totalitas seluruh tata kosmos dan yang terkandung didalamnya adalah milikNya.., adalah kekuasaanNya,

Rabu, 20 April 2011

Pendakian Spiritual

ketika mendaki gunung, apa saja yang dilakukan mulai dari datangnya niatan dalam hati untuk mendaki hingga sampai di puncak tertinggi dan kembali kerumah?
sepertinya tak jauh beda dengan perjalanan dan pendakian kepuncak hal kerohaniahan. dan tiap fase/ masanya merupakan simbol-simbol hal spiritual. berikut ini sersandingannya :

TAHAP PERSIAPAN
faktor phisik & psikologis?
perbekalan logistik dan peralatan yang ideal?

MASA PERJANAN
Maping/ penguasaan medan/ peta/ sang juru penuntun
Etika/ Sikap dan prilaku dalam perjalanan
jackpot / peristirahatan sementara/ kebut langsung

PENCAPAIAN

Selasa, 01 Februari 2011

Indonesiaku yang kurindu



pada suatu zaman edan, hampir di tiap belahan dunia dimana terdapat berhala "pencitraan" yang dipuja sekelompok pemujanya yang bernama "penjilat" dengan agama "kebohongan" menguasai dan mempengaruhui aturan, pangan dan papan.

ibu pertiwi menangisi anak, cucu dan cicit,
jangan sampai para pemimpin bangsa ini telah teracuni zaman edan,

ibu pertiwi menangisi, anak, cucu dan cicit,
jangan sampai para pemikir, cendikiawan, agamawan, seniman, budayawan negeri ini telah teracuni zaman edan,

ibu pertiwi menangisi, anak, cucu dan cicit,
jangan sampai rakyat biasa masuk bui hanya mencuri ubi sekedar untuk makan anak istri,
jangan sampai bangsa ini terberai berebut tulang tanpa isi,

kembalilah anak, cucu, cicitku.......
kembalilah INDONESIAKU..........
Indonesia yang gemah ripah loh jinawe,
Indonesia yang toto tentrem kerto raharjo,
Indonesia yang bineka TUNGGAL ika

Selasa, 24 Agustus 2010

lalilatul qodar media bertemu Allah

laitul qodar-kan malam-malam-mu setiap malam
rengkuh lailatul qodar dalam setiap malam

jangan batasi malam-malamu untuk bersimpuh di depan pintu istana Allah

jangan sempitkan malamu dengan angka-angka
jangan pula kurangi ketulusan ubudiahmu pada yang Maha Cinta.

rindu membiru selalu pada setiap malam

malam terjadi lailatul qodar

siang terjadi gerhana ke-fana-an, malam diliputi lailatul qodar
diri hilang musnah tak berbekas
oleh keberadaan Al-haq Azza Wajalla